Flash

6/recent/ticker-posts

Sejarah dan Makna Filosofis Motif Batik Kawung

Motif batik kawung memiliki sejarah panjang dalam proses lahirnya hingga perkembangannya sampai hari ini. Selain itu, motif batik kawung juga terkandung makna filosofis yang sarat akan nilai-nilai dan norma dalam kehidupan.


Batik merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Meski terkadang dianggap memiliki kesan kuno, memakai batik tetap dilestarikan oleh hampir semua kalangan untuk menghadiri berbagai macam acara, baik formal maupun no-formal.

Tak bisa dipungkiri, batik memberi kesan bagi setiap pemakainya menjadi tampak lebih berwibawa. Ada banyak corak dan motif bisa dipilih, salah satunya adalah Batik Kawung yang memiliki sejarah panjang mulai dari awal diciptakan hingga perkembangannya sampai hari ini.

Fakta Menarik Tentang Motif Batik Kawung dari Zaman Dulu hingga Sekarang

Zaman dulu bukan sembarang orang dapat mengenakan batik motif kawung. Motif kawung hanya diperuntukkan bagi lingkungan serta petinggi keraton saja. Tidak heran, pemilik motif ini begitu dihormati serta dijunjung tinggi harkat serta martabatnya oleh masyarakat umum.

Menurut sejarahnya, motif ini tergolong sebagai salah satu paling tua di Tanah Jawa. Bentuk motifnya bulat tetapi tidak sempurna, mendekati rupa lonjong, yang mana terinspirasidari buah kawung atau bisa juga disebut dengan kolang-kaling.

Beberapa orang juga menyebutnya sebagai kelapa hingga Aren. Tidak sedikit juga yang mengira sebagai bunga teratai atau lotus. Menurut makna serta pengertiannya teratai dilambangkan memiliki kesucian serta panjang umur. Dibentuk secara geometris tertata rapi sehingga, menimbulkan kesan mewah serta menarik untuk dipandang.

Baca juga: Tips Membuat Warna Abu-abu untuk Motif Batik Kawung

Mengenal Lebih Dekat Motif Batik Kawung

Menurut pengertiannya makna motif batik kawung merupakan sebuah harapan agar seluruh manusia selalu ingat dan memahami dari mana mereka berasal. Dengan begini, mereka mampu menekan kesombongan karena lupa diri atas jabatan atau harta.

Tak heran jika sudah sejak dulu orang yang mengenakannya akan tampak lebih berwibawa, mampu menahan serta memberikan benteng terhadap dirinya sendiri. Sehingga, menciptakan keharmonisan dalam norma, sikap, serta hubungan antar manusia.

Memang, hawa nafsu adalah musuh terbesar manusia. Dapat menghancurkannya dalam sekejap, menimbulkan pertumpahan darah. Bahkan, merusak tatanan persaudaraan kekeluargaan. Oleh karena itu, sebagai pengingat Motif Batik tersebut dibuat.

Sejarah Lahirnya Motif Batik Kawung

Muncul berbagai macam pertanyaan darimana sebenarnya asal dari Batik Kawung ini? Memang masih simpang siur soal penjelasan penemu. Satu sisi ada yang mengatakan diciptakan oleh Sultan Mataram pada abad 13.

Sisi lain dibuat oleh seorang ibu dari pemuda desa terkenal sangat bijak, santun, dan menjunjung tinggi keharmonisan antar tetangga. Akhirnya, Raja Mataram memanggilnya, saat itu ibunya membuat motif Batik ini.

Dengan rasa bangga dan bahagia, Ibu tersebut membuatnya dengan harapan agar anaknya tetap bersahaja, tidak pernah berubah atau jadi sombong. Pihak kerajaan memberikannya sejumlah tanggung jawab, dan semuanya selesai.

Raja sangat takjub hingga memberikannya gelar Adipati Wonobodro, pada saat pelantikan pemuda itu masih mengenakan Batik buatan dari ibunya. Sejak saat itu, hanya lingkungan keraton Mataram saja yang berani mengenakannya.

Filosofi yang Terkandung Di Balik Motif Batik Kawung

Perkembangan dari Batik Kawung sangat pesat, banyak pengrajin batik mulai mengkombinasikan warna dengan pola baru. Tetapi, tidak menghilangkan unsur utamanya. Untuk pola warna tidak jauh berbeda.

Satu corak dengan lainnya ada putih, merah soga, hitam hingga putih sedikit kuning. Perbedaannya terlihat pada pola yang dibuat seperti, Kawung Sari bentuknya bulatan tampak lonjong disebut juga kawung Kopi.

Ada di setiap sudut pola batik bentuknya mirip dua garis terbelah, mirip seperti biji kopi kemudian, Kawung Kembang. Seperti namanya, mempunyai ciri utama yaitu ada lonjong sedikit bulat.

bila dilihat lagi hampir mirip seperti gambar sebuah bunga, Memiliki banyak ornamen utama disebut sebagai isen motif, bentuknya hampir seperti garis terdapat di setiap bulatan kawung.

Diletakkan pada ujungnya sementara, untuk Isen motifnya sendiri dibentuk deretan titik melingkar bentuknya lingkaran kecil kemudian, diluar juga terdapat pola sama.

Bila dilihat Berdasarkan pola kombinasi yang diterapkan. Ada beberapa pilihan salah satunya adalah Buntal, mempunyai makna serta Filosofis, sangat erat dengan adat orang Jawa zaman dulu.

Melihat Corak Batik Kawung Buntal

Bila dilihat bentuknya, jenis ini merupakan perpaduan dari kawung jenis pecis selanjutnya, dipadu padankan dengan bunga kenikir. Nama Buntal sediri memang erat dengan filosofi Jawa. Di mana bunganya selalu digunakan.

Berbagai macam upacara adat terutama soal Tolak Bala atau menurut pengertiannya adalah menghindarikan diri dari semua yang sifatnya buruk atau menimbulkan malapetaka. Seperti, bencana, kasus pencurian serta masih banyak lagi.

Mempunyai isen corak bentuknya bulat sedikit lonjong. Pada ornamen utamanya tampak pembagian menjadi dua. Mempunyai warna putih serta putih kekuningan. Terlihat juga corak merah soga sebagai latarnya.

Kemudian, tampak juga hitam biasanya untuk pola kontur atau sebagai latar. Bagi Anda yang ingin membelinya, cobalah berkunjung ke Keraton Surakarta. Di mana, mereka masih menjual serta mengenakannya, sebagai identitas.

Baca juga: Sejarah Panjang Makna Filosofis Motif Batik Parang

Mengenal Motif Kawung Keraton Surakarta

Runtuhnya Mataram dengan dibagi menjadi dua membuat Keraton Surakarta terus melestarikan budayanya. Bahkan, sampai sekarang dapat terlihat di salah satu sudut Stadion Manahan Solo, tampak motif Kawung untuk bangku penonton.

Pelestarian ini terus melekat karena, pihak keraton sendiri masih menggunakannya sampai sekarang. Setelah terpecah menjadi tiga bagian, Di mana Karaton Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono, pelestarian dari penggunaan Batik tetap dilanjutkan.

Hanya saja khusus untuk punakawan saja. Dalam tatanan keraton tersebut, Punakawan ini diibaratkan sebagai penasehat Raja. Mereka bertugas untuk memberikan arahan serta pendapat bila terjadi sebuah masalah.

Dalam perkembangannya Karaton ini mempunyai bangunan bersejarah serta berbagai benda lama yang masih bisa Anda lihat bila berkunjung kesana. Salah satu ikon yang tidak akan terlupakan adalah hadirnya Kebo Bule.

Namanya adalah Kyai Slamet berwarna putih, setiap malam satu suro akan diarak sekaligus, menyucikan berbagai benda pusaka. Menurut sejarahnya, kebo ini merupakan pemberian dari Bupati Ponorogo.

Saat Anda datang mengunjungi museumnya, ada sebuah sumur peninggalan dari Pakubuwono IX. Konon, banyak orang percaya mampu mendatangkan keberkahan bagi, siapa saja yang meminumnya, sampai sekarang masih terus mengalir.

Biasanya disekitar sumur digunakan sebagai tempat untuk bersemedi. Mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Sebagai upaya mendapatkan petunjuk atas segala permasalahan. Baik dalam atau luar keraton pada waktu itu.

Koleksi lain yang dimiliki oleh Karaton adalah Batik. Saat ini jenis motif batik kawung yang bisa Anda lihat pada blangkon, dikenakan oleh beberapa abdi dalem. Serta, dikenakan sebagai baju resmi kunjungan anak keturunan Raja.

Kain Batik Kawung merupakan budaya bangsa yang harus dilestarikan, jangan sampai jatuh ke negara lain atau mendapatkan pengakuan dari mereka. Bentuknya memang sederhana tetapi, mempunyai banyak makna serta filosofi didalamnya.